Latar Belakang
Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah Kota administrasi dan satu
Kabupaten administratif, yakni: Kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas
47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas
126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi
Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan
Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35
km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah
selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi
dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten
Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa.
Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang
terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas
lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman
sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak
tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium.
Di wilayah bagian utara baru terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan
permukaan keras semakin dangkal 8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat
lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.
Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu udara maksimum
berkisar 32,7°C - 34,°C pada siang hari, dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C
-25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm,
selama periode 2002-2006 curah hujan terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada
tahun 2002 dan tertinggi sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan
tingkat kelembaban udara mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin
rata-rata mencapai 2,2 m/detik - 2,5 m/detik. (http://www.jakarta.go.id/, Perda No 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Tahun 2007-2012).
Melihat Kondisi Jakarta Saat Ini
Jakarta adalah Ibu Kota Indonesia, jakarta mempunyai begitu pesona yang
indah. Jakarta telah berumur ke-488, umur tersebut adalah perjalanan yang cukup
panjang dilewati Kota Jakarta hingga menjadi seperti sekarang ini, mulai dari
pelabuhan hingga menjadi kota mega metropolitan. Gemerlap lalu lintas kehidupan
di Ibu Kota semakin tumbuh seiring lajunya zaman.
Banyak orang yang bilang Jakarta mempunyai 1.001 masalah tetapi mengapa
tetap saja orang berbondong-bondong untuk tinggal di Jakarta. Semua
permasalahan itu pasti ada sebabnya, sekarang ini pemerintah provinsi DKI
Jakarta terus berbenah diri dari perbaikan drainase untuk mengatasi banjir,
membangun dan memperbaiki taman-taman kota untuk mengurangi polusi, membangun
dan memperbaiki transportasi umum untuk mengurangi kemacetan. Upaya pemerintah
provinsi DKI Jakarta untuk memperbaiki wilayahnya sudah amat tepat tapi jika
masyarakat tidak ikut andil pasti semua perbaikan itu hanya lah sia-sia.
Kini Jakarta dihadapkan pada proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menuai pro dan kontra dikalangan
masyarakat. Dalam konsep pembangunan proyek Diang Sea Wall terdapat 17 pulau
buatan, dengan kode nama pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N , O, dan
pulau Q. Reklamasi tersebut melibatkan pengembang ternama dari unsur swasta dan
pemerintah yang masing-masing pengembang mendapatkan kapling pantai dan laut
untuk membangun reklamasi pantai. Pengembang yang telah mengkapling dan
menguasai pesisir dan laut Jakarta tersebut diantaranya adalah grup dari Agung
Sedayu (AGS) dan drup dari Agung Podomoro (APG). Namun sejatinya, proyek
reklamasi tentu akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, sosial dan tentunya
masyarakat nelayan yang di relokasi.
Definisi
Reklamasi
Reklamasi
adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat
sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU No 27 Thn 2007).
Pengertian
reklamasi lainnya adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan
yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna
dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas
pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Pada dasaranya
reklamasi merupakan kegiatan merubah wilayah perairan pantai menjadi daratan.
Reklamasi dimaksudkan upaya merubah permukaan tanah yang rendah (biasanya
terpengaruh terhadap genangan air) menjadi lebih tinggi (biasanya tidak
terpengaruh genangan air). (Wisnu Suharto dalam Maskur, 2008).
Sesuai
dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair
yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru
tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis
dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata. Dalam perencanaan kota, reklamasi
pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Reklamasi diamalkan oleh
negara atau kotakota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat
demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan
daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah
daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru.
(http//www.lautkita.org)
Dalam
konteks pengembangan wilayah, reklamasi kawasan pantai ini diharapkan akan
dapat meningkatkan daya tampung dan daya dukungan lingkungan (environmental
carrying capacity) secara keseluruhan bagi kawasan tersebut. Reklamasi
dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumberdaya lahan yang ditinjau dari
sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan
atau drainase (UU 27, 2007). Hal ini umumnya terjadi karena semakin tingginya
tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, sehingga perlu dicari
solusinya. Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990, Tujuan reklamasi yaitu untuk
memperbaiki daerah atau areal yang tidak terpakai atau tidak berguna
menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia antara
lain untuk lahan pertanian, perumahan, tempat rekreasi dan industri.
Apakah
Reklamasi Teluk Jakarta Untuk Kesejahteraan Rakyat atau Menyengsarakan Rakyat ?.
1. Reklamasi
Bukan Solusi Terhadap Permasalahan Alih Fungsi Lahan dan Kepadatan Penduduk.
Rencana reklamasi 17 pulau buatan di pantai utara
Jakarta, dalam pantauan Koalisi Perkotaan Jakarta, terdapat 6 pulau hasil
reklamasi yang sudah terwujud dan sedang berlangsung dikerjakan yang dimulai
dari barat yakni pulau A, B, C, D, E, F dan G. Dimana dan terutama pulau C, D,
E, berikut jembatan penghubung dari darat ke pulau sudah terlihat hasilnya yang
dikerjakan lebih dahulu sejak tahun 2011 oleh pengembang PT. Kapuk Naga Indah
(KNI), grup pengembang terbesar Agung Sedayu Grup (ASG). Dilain pihak, pemerintah
pusat melalui Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan bahwa rencana proyek Giant Sea Wall
atau NCICD belum dimulai karena potensi dampak besar dan perlu dikaji ulang.
Bahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Menteri Kelautan dan
Perikanan (KKP) menyatakan belum memberikan persetujuan izin.
Pakar
Oseanografi asal Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Koropitan menentang keras
reklamasi 17 pulau yang berada di Pantai Utara Jakarta, menurutnya harus
dihentikan karena hanya merusak lingkungan. Kalau dari aspek lingkungan tidak
ada sama sekali. Banjir malah akan semakin parah karena tersumbat, selain itu
dari aspek sosial juga harus diperhatikan. Ada lebih dari 18 ribu nelayan yang
akan terlantar. Relokasi itu tidak mudah. Sejak tahun 1970 indonesia khusus
jakarta terus melakukan pembangunan, seharusnya sekarang saatnya rehabilitasi.
Waktunya pembersihan laut tanpa reklamasi, masyarakat butuh hiburan secara
gratis.
Pemberian relokasi mutlak harus diberikan
oleh pemerintah kepada para nelayan agar mampu mencari ikan dan budidaya
lainnya, bukan mengalihkandungsikan lahannya pada bisnis yang dinilai lebih
menguntungkan. Baik dalam bentuk peringanan pajak (PBB), subsidi bahan bakar maupun
menyangkut modal usaha nelayan untuk pembelian sarana dan alat/mesin pertanian
demi miningkatkan gairah dalam mengembangkan usaha nelayan serta memperoleh
produktivitas yang lebih tinggi lagi. Karena pada dasarnya, kedua hal tersebut
dapat menjadi suatu simbiosis mutualisme dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Jakarta tanpa mengusik sedikitpun nilai-nilai Budaya yang terkandung
didalamnya.
2. Reklamasi Tidak Untuk Mensejahterakan
Rakyat
Pemerintah
menyebutkan bahwa reklamasi ini bertujuan untuk keadilan dan kesejeahteraan
rakyat, tapi kita kilas lebih mendalam rakyat lapisan mana yang di sejahterakan
jika harga tanah hasil reklamasi yang di perkirakan PT Agung Podomoro Land
(APL) sekitar Rp 22 juta-Rp 38 juta permeter persegi. Lalu bagaimana nasib para
nelayan dan penduduk sekitar Pulau Utara Jakarta, Pemerintah mempunyai ide
untuk para nelayan dan penduduk setempat untuk di relokasi ke Kepulauan Seribu
untuk mencari ikan. Tapi apa hanya sebatas relokasi tidak mementingkan untuk
kelanjutannya, para nelayan harus beradaptasi dengan alam setempat lagi.
Penyedotan
pasir akan merusak lingkungan dan kehidupan nelayan. Penyedotan juga
mempercepat abrasi yang diikuti terjangan muka air laut yang menenggelamkan
pulau-pulau kecil. Penyedotan pasir dasar laut juga menyebabkan kematian biota
yang tinggal didalamnya. Selanjutnya, terjadi efek domino pada ekosistem
lainnya termasuk nelayan.
Dalam era globalisasi ini, daerah manapun di
dunia ini tidak akan pernah luput dari pembangunan, baik itu pembangunan
infrastruktur negara maupun pembangunan diberbagai sektor kehidupan, namun yang
menjadi catatan penting dalam perencanaan dan relisasi percepatan pembangunan
ini hendaknya dilakukan dengan penyesuaian-penyesuaian masyarakat disekitar
Jakarta dan juga di sekitaran wilayah jakarta. Pemerataan pembangunan di
Jakarta adalah salah satu indikator untuk memberikan kontribusi dalam hal
penyediaan lapangan pekerjaan baru dan peningkatan pendapatan asli daerahnya
masing-masing. Jangan sampai percepatan pembangunan hanya berfokus pada
beberapa tempat khususnya Jakarta Utara sekitar Pantai Utara Jakarta yang pada
akhirnya akan semakin menambah kesenjangan antar masyarakat khususnya dari
aspek ekonomi. Pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan harus dikedepankan
sebagai embrio pembangunan ekonomi berkelanjutan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.
Tidak ada komentar
Posting Komentar